Selasa, 14 Februari 2017

Perilaku Halal dan Haram




PERILAKU HALAL DAN HARAM DALAM BERDAGANG
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu : Hasanain Haikal



 







                                                                                              
     Di susun Oleh  :
Via Andriyani           ( 1420310026 )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH / MBS
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Perubahan dan perkembangan yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan yang cukup memprehatinkan, namun sengat menarik untuk dikritisi. Praktek atau aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, menunjukkan kecenderungan pada aktivitas yang banyak menanggalkan nilai-nilai atau etika ke-Islaman, terutama dalam dunia bisnis.
Padahal secara tegas rasulullah pernah bersabda bahwa bisnis adalah suatu lahan yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Dengan demikian, aktivitas perdagangan atau bisnis nampaknya merupakan arena yang paling memberikan keuntungan. Namun harus dipahami, bahwa praktik – praktik bisnis yang seharusnya dilakukan setiap menusia, menurut ajaran islam, telah ditentukan batasan – batasannya. Oleh karena itu, islam memberikan kategorisasi bisnis yang diperbolehkan (halal) dan bisnis yang dilarang (haram).
Maka dari itu didalam makalah ini kami akan membahas tentang bagaimana pengertian bisnis, bisnis islam, praktik bisnis islam, dan ada beberapa tingkatan perilaku halal dan haram dalam islam. Dan juga dijelaskan secara rinci tentang praktik bisnis yang diperbolehkan dan dilarang menurut islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah tingkatan perilaku halal dan tidak halal dalam Islam?
2.      Bagaimanakah cara mendapatkan bisnis yang halal  dan tidak halal?
3.      Bagaimanakah praktik bisnis Islam yang halal dan tidak halal?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tingkatan Halal dan Tidak Halal Dalam Islam
Dalam menjelaskan aturan-aturan moral Islam, sangat penting bagi kita untuk memahami bahwa tindakan-tindakan dapat dikategorikan menurut tingkatan yang halal ataupun yang tidak halal. Dalam fiqh, terdapat lima jenis tindakan sebagai berikut:
1.      Fard menunjukkan jenis tindakan yang bersifat wajib bagi setiap orang yang mengaku sebagai Muslim. Misalnya, melaksanakan sholat lima kali sehari, berpuasa, dan zakat adalah sejumlah tindakan wajib yang harus dilaksanakan seorang Muslim.
2.      Mustahabb menunjukkan tindakan yang tidak bersifat wajib namun sangat dianjurkan bagi kaum Muslim. Contoh tindakan ini mencakup puasa sunnah setelah Ramadhan, melaksanakan sholat nawafil, dan lain-lain.
3.      Mubah menunjukkan tindakan yang boleh dilakukan dalam pengertian tidak diwajibkan namun juga tidak dilarang. Sebagai contoh, seorang Muslim barangkali menyukai jenis makanan halal tertentu dibanding makanan halal yang lain. Atau seorang Muslim suka berkebun.
4.      Makruh menunjukkan tindakan yang tidak sepenuhnya dilarang, namun dibenci oleh Allah. Tingkatan makruh lebih kurang disbanding haram, dan hukumnya juga lebih kurang disbanding hukuman haram, kecuali jika dilakukan secara berlebihan dan dengan cara yang cenderung membawa kepada yang haram. Sebagai contoh, meskipun merokok tidak dilarang sebagaimana meminum alkohol, merokok merupakan tindakan makruh.
5.      Haram menunjukkan tindakan yang berdosa dan dilarang. Berbuat sesuatu yang haram adalah sebuah dosa besar, misalanya membunuh, berzinah, dan meminum alkohol. Tindakan seperti ini cenderung akan mendatangkan hukuman dari Allah SWT baik di akherat maupun hukuman secara legal di dunia ini.[1]
Dalam memetakan perilaku etis seseorang, sangatlah penting bagi kaum Muslim baik untukmenghindari hal-hal yang tidak hala dan juga untuk menghindari hal-hal yan tidak halal menjadi sesutau yang halal.[2] Allah SWT berfirman:
Katakanlah: Terangkanlah kepadaku mengenai rezeki yang diturunkan Allah SWT kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah SWT telah memberikan izin kepadamu mengenai hal ini ataukah kamu mengada-adakan saja terhadap Allah SWT?[3]
Hal yang sebaliknya juga berlaku sama. Kaum Muslim tidak boleh mengharamkan apa yang menurut Allah SWT halal. Sebagai contoh, kerbau barangkali merupakan spesies yang mulai langka. Seseorang mungkin berhenti memburunya agar spesies ini berkembang kembali, namun ia tidak menyatakan bahwa memakan daging kebau atau memperdagangkan kulit kerbau adalah dilarang.[4]
B.     Cara mendapatkan bisnis yang halal dan tidak halal[5]
1.      Cara mendapatkan bisnis yang halal adalah sebagai berikut:
a)      Harta yang diambil tanpa pemilik karena memang asalnya tidak ada pemiliknya.
Harta ini dinamakan ahli fikih dengan Ihraaj al-Mubahaat atau Milku al-Mubahaat; karena seorang muslim memiliki harta yang belum ada sebelumnya pemilik dengan cara seperti ini selama tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Contohnya tambang didalam tanah apabila dia yang mencari dan mendapatkannya maka dia adalah orang yang paling berhak atasnya.
b)      Harta yang diambil secara paksa dari orang yang tidak ada perlindungan Islam
Harta ini yang didapatkan kaum muslimin dengan sebab berjihad memerangi orang kafir yang tidak ada perlindungan islam atasnya seperti harta fai’ dan ghanimah setelah dikeluarkan 20 % untuk Allah dan rasulNya
c)      Harta yang diambil paksa dengan benar ketika orang yang wajib membayarnya tidak mau membayar.
Contohnya harta zakat atau nafkah wajib apabila pemiliknya tidak mau menunaikannya, maka diambil darinya tanpa keridhaan darinya dengan sarana peradilan islam. Hal ini menjadi milik secara syar’I dengan syarat mencukupkan ukuran yang seharusnya tidak boleh berlebihan. Kecuali bila pemerintah ingin menghukum dan memberi pelajaran kepada orang yang tidak mau berzakat.
d)     Harta yang diambil sebagai kompensasi penggantian.
Diantaranya yang didapatkan dengan jual beli. Ini hukumnya halal bila memenuhi syarat-syarat dan rukunnya.
e)      Harta yang diambil tanpa kompensasi.
Seperti harta sedekah, hadiah, wasiat dan lain-lainnya apabila diperhatikan  syarat-syaratnya.
f)       Harta yang didapat tanpa ada usaha dan keridhoan pemiliknya.
Seperti harta waris yang masuk kepemilikan ahli waris tanpa kehendak pewaris. Inilah sejumlah kategori usaha mendapatkan harta halal secara umum apabila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.
2.      Cara mendapatkan bisnis yang tidak halal adalah sebagai berikut:
a)      Harta haram yang didapat tanpa izin pemiliknya dan tanpa izin syariat.
Harta dalam bentuk ini keluar dari kekuasaan pemiliknya tanpa keridhaan dan kehendak pemiliknya tersebut. Harta pada asalnya tidak keluar dari kepemilikan pemiliknya dan pindah kepada orang lain kecuali dengan izin dan kehendaknya. Semua bisnis yang melanggar syarat ini maka pemilikannya batil menyelisihi kaedah kepemilikan syar’i.
Oleh karena itu, semua harta yang ada dari jalan terlarang dalam syariat dan mengambilnya tanpa keridhaan pemiliknya maka harta haram yang tidak boleh dimiliki dan diusahakan seorang muslim; karena berisi memakan harta orang lain dengan batil dan berisi pelanggaran hak-hak orang lain.
Diantara sarana-sarananya adalah: Mencuri (sariqah), Suap (Risywah), Merampas (Ghashab), Ihtikaar, Riba dan penipuan

b)      Harta haram yang dengan izin pemiliknya saja
Harta yang didapatkan dengan cara terlarang secara syar’I dan mendapatkan izin dari pemiliknya, maka harta ini didapatkan dari bisnis yang haram seperti yang pertama namun berbeda dari sisi dosanya.
Pada jenis yang pertama dosa ada pada yang mengambilnya tanpa yang memberi. Sedangkan yang ini keduanya berdosa. Contohnya: perjudian dan berdagang barang terlarang.
Harta seperti ini mungkin dikategorikan menjadi dua bagian:
1)      Berupa barang atau manfaatnya mubah dan diharamkan karena tujuannya, seperti orang yang menjual anggur untuk dibuat minuman keras.
2)      Barang atau manfaatnya haram dan dilarang seperti bayaran pezina dan hasil penjualan minuman keras.  Ini diharamkan walaupun tidak terjadi bisnis padanya dan tidak sah serah terimanya; karena diantara syarat serah terima yang sah adalah akadnya pada barang atau manfaat yang diperbolehkan, namun bila terjadi serah terima maka tidak dikembalikan lagi kepadanya; karena ini membantu mereka bermaksiat.

C.    Praktik bisnis Islam
1.      Bisnis yang halal
Islam melalui tauladan Rasulullah SAW dan para Khalifah yang selalu terjaga tindakannya, menunjukkan betapa pentingnya arti perdagangan atau bisnis. Abu Bakar ra menjalankan usaha perdagangan pakaian, ‘Umar ra memiliki bisnis perdagangan jagung, dan ‘Utsman ra juga memiliki usaha perdagangan pakaian. Kaum Anshar yang mengikuti Rasulullah SAW menjalankan usaha pertanian. Sebenarnya, kecuali untuk perdagangan yang telah dilarang, Islam secara aktif mendorong Kaum Muslim untuk melakukan bisnis dan perdagangan:
Rasulullah SAW (semoga rahmat terlimpah kepadanya) ditanya mengenai apakah mata pencaharian yang paling bak, dan menjawab, “Pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap transaksi bisnis yang disepakati.”
(hadis dari Rafi’ ibn Khadij dalam bukunya Mishkat al Masabih, hadis no. 2783)[6]
Adapun praktik bisnis yang halal adalah sebagai berikut:
a)      Pekerjaan dalam bidang pertanian
Allah SWT menjelaskan dalam al-Quran proses-proses yang mendasari bidang pertanian dan perkebunan; bagaimana hujan diturunkan dan mengalir diseluruh permukaan bumi, membuatnya subur dan dapat ditanami; bagaimana angin memainkan peranan yang penting dalam menyebarkan benih-benih; dan bagaimana tanaman bertumbuh.[7]
Dan Allah SWT telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya: dibumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang: dan biji-bijian bekulit dan berbunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?[8]
Al Qardhawi juga menyebutkan hadis dibawah ini untuk mendukung pentingnya pekerjaan di bidang pertanian:
Rasulullah SAW (semoga rahmat terlimpah kepadanya) berkata, “tak seorangpun diantara Kaum Muslim yang menanam sebuah pohon atau menyebarkan benih-benih, dan kemudian seekor burung, atau seorang manusia atau binatang apapun memakannya, kecuali itu merupakan hadiah yang murah hati baginya.”
(hadis dari Anas ibn Malik dalam bukunya Shahih al-Bukhari, 3.513)[9]
b)     Pekerjaan dalam bidang industri dan profesional
Di samping bidang pertanian, kaum Muslimin juga didorong untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang industri, kerajinan dan profesi yang sangat penting untuk mempertahankan hidup dan memperbaiki masyarakat.
2.      Bisnis yang tidak halal
a)      Perdagangan alkohol
Perdagangan dan konsumsi alkohol dilarang dalam Islam:
Sesungguhnya, Allah SWT membenci khamr dan membenci orang yang memproduksinya, orang yang kepadanya khamr yang diproduksi, orang yang meminumnya, orang yang menyediakannya, orang yang membawanya, orang yang kepadanya khamr dibawa, orang yang menjualnya, orang yang mendapat uang dari penjualannya, orang yang membelinya, serta orang yang kepadanya khamr dibeli.
(Diriwayatkan oleh Tirmizhi dan Ibn Majah, sebagaimana yang dikutip oleh al Qardhawi, hlm. 74)[10]
b)     Transaksi dan perdagangan obat-obatan terlarang
Yusuf  Qardhawi mengklasifikasikan obat-obatan terlarang seperti mariyuana, kokain, opium, dan berbagai jenis lainnya dibawah kategori khamr yang dilarang dalam Islam. Karena jenis obat-obatan seperti ini dapat memabukkan, menimbulkan halusinasi, mangakibatkan timbulnya tindak kejahatan dan berpengaruh merusak bagi penggunanya.[11]
Allah SWT berfirman:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri; sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Penyayang kepadamu.[12]
c)      Pembuatan dan penjualan barang-barang haram
Seperti dapat dilihat dari perdagangan khamr, maka perdagangan barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan dosa adalah juga haram, misalnya pornografi, ganja, dan obat-obatan lainnya, pembuatan patung dan lain-lain. Rasulullah SAW bersabda:
Allah SWT dan Rasul-Nya melarang perdagangan alkohol, bangkai binatang, babi dan berhala.
 (hadis dari Jabir Ibn ‘Abd Allah, dalam Shahih al Bukhari, hadis no. 3438 )[13]
Telah diriwayatkan nash-nash atau dalil tegas yang mengharamkan banyak bentuk jual beli, seperti jual beli minuman keras, bangkai, babi dan sejenisnya. Tidak diragukan lagi bahwa apabila Allah mengharamkan sesuatu, pasti Allah juga mengharamkan menjualnya. Maka semua keuntungan yang berasal dari penjualan juga haram, karena dianggap cara mencari rizki yang kotor, berasal dari usaha yang rusak.[14]
d)     Pelacuran
Meskipun legal di banyak Negara, namun Islam melarang perdagangan ini. Sebenarnya ketika Islam datang, Islam berusaha mengakhiri eksploitasi perempuan dalam praktik pelacuran ini.[15]
e)      Al Gharar
Gharar yaitu jual beli yang tidak jelas, mengandung unsur ketidakpastian/spekulasi dan penipuan.[16]
Rasulullah SAW melarang semua bentuk perdagangan yang tidak pasti, berkaitan dengan jumlah yang tidak ditentukan secara khusus atas barang-barang yang akan ditukarkan atau dikirimkan, misalnya penjualan binatang yang belum lahir, penjualan hasil pertanian yang belum dipanen, dan lain-lain.[17]
Abu Hurairah ra berkata: “Nabi melarang jual beli gharar (spekulasi).”
(Matan lain: Muslim 2782, Tirmudzi 1151, Nasa’I 4442, Abi Daud 2932, Ibnu Majah 2185, Ahmad 9255)[18]

Rasulullah SAW, semoga Allah SWT memberkati dan memberinya kedamaian, melarang penjualan buah-buahan sampai buah-buahan tersebut mulai masak.  Ia melarang transaksi jual beli baik kepada pembeli maupun penjualnya.[19]

f)       Bentuk sharecropping*) yang dilarang
Bentuk yang pertama, misalnya seorang pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk ditanami. Penggarap tanah ini mempergunakan alat pertaniannya sendiri, benih dan binatang ternaknya sendiri dan ia akan mendapat persentase tertentu dari hasil pertanian di tanah tersebut. Sang pemilik tanah juga dapat menyediakan benih, peralatan dan binatang ternak untuk menggarap tanah tersebut. Bentuk bagi hasil seperti ini yang diperbolehkan dalam Islam.
Bentuk kedua praktik bagi hasil yang disebut sebagai mukharabah tidak diperbolehkan dalam Islam. Dalam praktik bagi hasil ini, sang pemilik tanah meminta ukuran atau takaran tertentu atas hasil panen padinya, dan sang penggarap tanah hanya memeproleh sisa hasil panen tersebut. Jika tanah tersebut hanya sebgian yang produktif maka sang penggarap tanah tidak mendapat bagian apapun. Inilah mengapa Rasulullah SAW meminta agar kedua belah pihak membagi keseluruhan hasil panen tersebut, baik banyak ataupun sedikit, dan melarang praktik bagi hasil seperti ini.[20]

























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tingkatan halal dan tidak halal dalam islam dibagi menjadi beberapa bagian yaitu fard, mustahabb, mubah, makruh, dan haram. Dan cara mendapatkan bisnis yang halal dan tidak halal di bagi menjadi beberapa bagian yang sudah diterangkan dalam pembahasan.
Praktik bisnis halal:
a)      Pekerjaan dalam bidang pertanian
b)      Pekerjaan dalam bidang industri dan professional
Praktik bisnis yang tidak halal:
a)      Perdagangan alkohol
b)      Transaksi dan perdagangan obat-obatan terlarang
c)      Pembuatan dan penjualan barang-barang haram
d)     Pelacuran
e)      Al-gharar
f)       Bentuk sharecropping*) yang dilarang

B.     Saran 
Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini masih bersifat sangat sederhana dan simpel. Setelah penulis dapat menyelesaikan masalah makalah ini, penulis mengharapkan saran dan kritik dari dosen pembimbing dan rekan mahasiswa sekalian demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca. Aamiin.



DAFTAR PUSTAKA
Ilfi Nur Diana. 2008. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: UIN-MALANG PRESS (Anggota IKAPI).
Abdullah al-mushlih dan shalah ash-Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
Muhammad dan R. Lukman Fauroni. 2002Visi Al-Quran Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Salemba Diniyah.













BIODATA PEMAKALAH

Nama               : Via Andriyani
NIM                : 1420310026
Asal sekolah    : SMA NU Al Ma’ruf Kudus
Alamat            : Payaman Rt. 3 Rw. 4 Mejobo Kudus

Nama               : Elma Eviana
NIM                : 1420310027
Asal sekolah    : SMAN 1 Jekulo Kudus
Alamat            : Ds. Klaling Rt. 1 Rw. 3 Jekulo Kudus

Nama               : Nurma Kumalasari
NIM                : 1420310029
Asal sekolah    : SMAN 1 Jekulo Kudus
Alamat            : Bulung Cangkring Rt. 3 Rw. 9 Jekulo Kudus



[1] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi Al-Quran Tentang Etika dan Bisnis, Salemba Diniyah, Jakarta, 2002, edisi pertama, hlm. 130-131
[2] Ibid. hlm. 132
[3] QS. Yunus (10) : 59
[4] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Op.,cit, hlm. 133
[5] http://pengusahamuslim.com/bisnis-halal-vs-1788/  (diakses pada tanggal 22 April 2015)
[6] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Loc., cit, Hlm. 133
[7]Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Ibid, Hlm. 135
[8] QS. Ar-Rahman (55) : 10-13
[9] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Loc., cit, Hlm. 135
[10] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Ibid, Hlm. 136
[11] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, ibid, hlm. 137
[12] QS. An-Nisa (4) : 29
[13] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Op., cit Hlm. 138
[14] Abdullah al-mushlih dan shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2004, hlm. 331
[15] Ibid. Hlm 138
[16] Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, UIN-MALANG PRESS (Anggota IKAPI), Malang, 2008, cet. I, hlm. 127
[17] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Loc., cit, hlm. 138
[18] Ilfi Nur Diana, Loc., cit, hlm. 127
[19] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Op., cit, hlm. 139
[20] Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Loc.., cit, hlm. 139

Tidak ada komentar:

Posting Komentar