Selasa, 14 Februari 2017

Otonomi Daerah




OTONOMI DAERAH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
Ulangan Tengah Semester
Mata Kuliah : PPKN
Dosen Pengampu : Dr. Supriyadi, S.H, M.H.



 

 

                                                                                              
     Di susun Oleh  :
Via Andriyani           ( 1420310026 )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH / MBS
2014



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fathers telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini menjadi bagian dalam praktek pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945,memasuki era Konstitusi RIS, yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai  perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Dengan demikian, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih sebagai harapan dari pada sebagai kenyataan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belum terwujud sebagaimana yang diharapkan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
2.      Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia ?
3.      Apa dasar hukum dari otonomi daerah ?
4.      Apa yang paling berperan penting dalam otonomi daerah ?
5.      Apa dampak yang ditimbulkan dari otonomi daerah ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa yunani, otonomi bersal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang – undang, sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas  wilayah.
Menurut istilah otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus urusan pmerintahan dan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.[1]
Beberapa pengertian otonomi daerah menurut para ahli :
1.      Menurut F. Sugeng Istianto adalah hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.      Menurut Ateng Syarifuddin adalah otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggung jawabkan.
3.      Menurut Syarif saleh adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat.[2]


B.     SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Pertama kali yang mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang – undang ini merupakan hasil (resultante) dari berbagai pertimbanagn tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan – kerajaan serta pada masa pemerintahan colonialism. Di dalam undang – undang in ditetapkan tiga jenis daerah otonom yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.
Undang – undang Nomor 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang – undang ini terdapata 2 jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa. Perjalanan sejarah otonom daerah selalu di tandai dengan lahirnya suatu produk perundang – undangan yang menggantikan prouk sebelumnya. Periode otonomi daerah di Indonesia pasca UU Nomor 2 tahun 1948 diisi dengan beberapa UU tentang pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun 1957, UU Nomor 18 tahun 1965, dan UU Nomor 5 tahun 1974.
Satu hal yang paling menonjol dalah pergantian undang – undang Nomor 5 tahun 1974 dengan undang – undang 22 tahun 1999. Adanya perubahan mendasar pada format otonomi daerah dan substansi dentralisasi. Didalam kedua udang – undang tersebut secara teoristis akan menghasilkan suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam undang – undang nomor 5 tahun 1974 lebih cenderung dekonsentrasi sedangkan desentralisasi dalam undang – undang nomor 22 tahun 1999 lebih cenderung pada devolusi.[3]    
C.    Dasar Hukum Otonomi Daerah
1. Undang Undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan :
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.[4]

D.    Peranan Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting  dalam   menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang  terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.[5]
E.     Dampak Otonomi Daerah
a. Dampak Positif.
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas loka lyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yan gdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.


           b. Dampak Negatif
               Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD : 
1. Korupsi Pengadaan Barang Modus :  
a.  Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.  
    b.  Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender. 
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah) Modus ;
a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor   
3. Untuk Kepentingan Pribadi.
4. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikan pangkat, pengurusan pensiunan dan sebagainya.
    Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi. 
5. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)   Modus :
    a. Pemotongan dana bantuan sosial.
    b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setip Meja)
 6. Bantuan fiktif Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari   pemerintah ke pihak luar.[6]









BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat dipahami bahwa dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencana suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi. Tetapi sebaliknya akan berdampak kurang baik apabila orang yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.











DAFTAR PUSTAKA
Soesito,irawati,1976,sejarah pemerintahan daerah di indonesia, pradya paramita Jakarta.
Dede rosyada dkk, demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, ICCE UIN syarif Hidayatullah Jakarta.


[1] Soesito,irawati,1976,sejarah pemerintahan daerah di indonesia, pradya paramita Jakarta.
[3] Dede rosyada dkk, demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, ICCE UIN syarif Hidayatullah Jakarta, Hlm. 165 - 167

1 komentar:

  1. casino nz review - DrmCD
    casino nz review. nz casino no deposit bonus 순천 출장마사지 code ✓ Always 도레미시디 출장샵 up to date ✓ 평택 출장안마 Good Casino NZ 2021. Get casino bonuses 공주 출장안마 and latest 나주 출장안마 bonuses at DrmCD.

    BalasHapus