OTONOMI
DAERAH
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas
Ulangan
Tengah Semester
Mata
Kuliah : PPKN
Dosen
Pengampu : Dr. Supriyadi, S.H, M.H.
Di
susun Oleh :
Via Andriyani ( 1420310026 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH / MBS
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia para founding fathers telah menjatuhkan pilihannya pada
prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini menjadi bagian dalam
praktek pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945,memasuki era Konstitusi
RIS, yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Sejarah tersebut membuktikan bahwa cita
desentralisasi dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, dari satu periode
ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita
desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh
pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan
cita-cita ini terus berlanjut. Dengan demikian, kenyataan membuktikan bahwa
cita tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih sebagai harapan
dari pada sebagai kenyataan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah
belum terwujud sebagaimana yang diharapkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
2.
Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia ?
3.
Apa dasar hukum dari otonomi daerah ?
4.
Apa yang paling berperan penting dalam otonomi
daerah ?
5.
Apa dampak yang ditimbulkan dari otonomi daerah
?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi
daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa yunani, otonomi
bersal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti
aturan atau undang – undang, sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas – batas wilayah.
Menurut
istilah otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus urusan pmerintahan dan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang –
undangan.
Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus
diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih
nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.[1]
Beberapa pengertian otonomi daerah menurut para
ahli :
1.
Menurut F. Sugeng Istianto adalah hak dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.
Menurut Ateng Syarifuddin adalah otonomi
mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan
kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang
harus dapat dipertanggung jawabkan.
3.
Menurut Syarif saleh adalah hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari
pemerintah pusat.[2]
B.
SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Pertama kali yang mengatur tentang pemerintahan
daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang –
undang ini merupakan hasil (resultante) dari berbagai pertimbanagn tentang
sejarah pemerintahan dimasa kerajaan – kerajaan serta pada masa pemerintahan
colonialism. Di dalam undang – undang in ditetapkan tiga jenis daerah otonom
yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.
Undang – undang Nomor 22 tahun 1948 berfokus
pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam
undang – undang ini terdapata 2 jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa
dan daerah otonom istimewa. Perjalanan sejarah otonom daerah selalu di tandai
dengan lahirnya suatu produk perundang – undangan yang menggantikan prouk
sebelumnya. Periode otonomi daerah di Indonesia pasca UU Nomor 2 tahun 1948
diisi dengan beberapa UU tentang pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun
1957, UU Nomor 18 tahun 1965, dan UU Nomor 5 tahun 1974.
Satu hal yang paling menonjol dalah pergantian
undang – undang Nomor 5 tahun 1974 dengan undang – undang 22 tahun 1999. Adanya
perubahan mendasar pada format otonomi daerah dan substansi dentralisasi.
Didalam kedua udang – undang tersebut secara teoristis akan menghasilkan suatu
kesimpulan bahwa desentralisasi dalam undang – undang nomor 5 tahun 1974 lebih
cenderung dekonsentrasi sedangkan desentralisasi dalam undang – undang nomor 22
tahun 1999 lebih cenderung pada devolusi.[3]
C.
Dasar Hukum Otonomi Daerah
1. Undang
Undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang
Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.
Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan
daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen
Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk
khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu
mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18,
Pasal 18A, dan Pasal 18B.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan :
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis,
“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah
dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih
mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU
No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa
dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi
DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru
pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati
Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.[4]
D.
Peranan Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah)
Keberhasilan
otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah
satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah.
Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat
penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya
dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan
pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam
membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada
pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah
harus menjadi bagian yang terbesar dalam memobilisasi dana
penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD
dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat
kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.[5]
E.
Dampak Otonomi
Daerah
a. Dampak
Positif.
Dampak positif
otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan
mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas loka lyang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yan gdidapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah
lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan
dan juga pariwisata.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan
bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat
merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan
korupsi dengan APBD :
1. Korupsi Pengadaan
Barang Modus :
a. Penggelembungan
(mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang
inventaris dan aset negara (tanah) Modus ;
a. Memboyong inventaris
kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris
kantor
3. Untuk Kepentingan Pribadi.
4.
Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikan pangkat, pengurusan
pensiunan dan sebagainya.
Modus :
Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
5. Pemotongan uang bantuan
sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo) Modus :
a. Pemotongan dana bantuan sosial.
b.
Biasanya dilakukan secara bertingkat (setip Meja)
6. Bantuan fiktif Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada
bantuan dari pemerintah ke pihak luar.[6]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat dipahami bahwa dengan adanya
otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program
dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak
positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang yang menyusun memiliki
kemampuan yang baik dalam merencana suatu program serta memiliki analisis
mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi. Tetapi sebaliknya akan berdampak
kurang baik apabila orang yang menyusun program tersebut kurang memahami atau
kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Soesito,irawati,1976,sejarah
pemerintahan daerah di indonesia, pradya paramita Jakarta.
Dede rosyada
dkk, demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, ICCE UIN syarif
Hidayatullah Jakarta.
[1] Soesito,irawati,1976,sejarah
pemerintahan daerah di indonesia, pradya paramita Jakarta.
[3] Dede rosyada
dkk, demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, ICCE UIN syarif
Hidayatullah Jakarta, Hlm. 165 - 167
[4] http://referensiakuntansi.blogspot.com/2012/07/dasar-hukum-otonomi-daerah.html ( 6
oktober 2014 )
casino nz review - DrmCD
BalasHapuscasino nz review. nz casino no deposit bonus 순천 출장마사지 code ✓ Always 도레미시디 출장샵 up to date ✓ 평택 출장안마 Good Casino NZ 2021. Get casino bonuses 공주 출장안마 and latest 나주 출장안마 bonuses at DrmCD.